My Adventure |
Saya percaya, pasti ada ‘Karena’ dibalik semua hal yang kita lakukan. Manusia selalu punya alasan kenapa melakukan ini, bukannya melakukannya itu. Bukankah manusia makhluk yang selalu punya banyak alasan kalau disalahkan? Lalu pada urusan serumit cinta, mereka mengaku tak punya alasan kenapa mencintai pujaannya. Mereka yang mengaku mencintai tanpa alasan adalah kebohongan yang bagi saya, ehmm konyol. Setidaknya saya bisa memberikan selusin alasan mengapa saya mencintai novel harry potter, atau ketika saya menyukai pria di seberang. Selalu harus ada alasan kenapa saya menyukai semua itu.
Seorang dosen linguistik selalu menguji kami, mahasiswa-mahasiswi pembenci alasan, untuk menjawab soal-soal dengan melampirkan alasan-alasan yang mendasari jawaban kami. Mungkin baginya, mutlak ‘Karena’ adalah pasangan ‘Kenapa’. ‘Karena’ menjadi sulit ditemukan dalam situasi tersebut. Padahal ‘karena’ adalah dasar yang menguatkan. Semacam tiang penyangga. Tanpanya, ucapan dan tindakan manusia hanya puing-puing runtuh tak berpendirian.
Dosen saya itu juga suka guyon. Misalnya masalah menikah yang sangat sensitif bagi mahasiswa diangkat untuk menggambarkan pentingnya sebuah ‘karena’, terutama dalam keadaan seorang pria meminang anak gadis orang. Kenapa dia meminangnya? Apa alasannya?
Saya jadi penasaran, berapa banyak pria yang sudah menyiapkan jawabannya?